TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
DHF/DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina (Effendi, 1995).
Demam Dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah hari kedua hari pertama terinfeksi virus (Mansyur, Arif, 2001).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Soeparman, 1996).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong dan masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina.
B. Etiologi
1. Penyebab Utama
Virus Dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (virus yang ditularkan melalui artropada). Virus Dengue berbantuk batang, bersifat termolabil, sensitive terhadap inaktifitas oleh dietileter dan natrium, stabil pada suhu 70°C.
2. Faktor Utama
a. Aedes aegypti.
b. Aedes albopictus.
c. Aedes polinesiensis.
Adanya faktor-faktor tersebut berhubungan dengan:
| |
b. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
c. Penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena:
a. Antara rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang Aedes aegypti 40-100 m.
b. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan mengigit berulang (Multiplebiters) yaitu mengigit beberapa orag secara bergantian dalam waktu singkat (Noer,1999).
C. Patofisiologi
Virus Dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan berbentuklah kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifitasi system komplemen yang menyebabkan terjadinya viremia menyebabkan demam, anoreksia, dan mual, sehingga terjadinya kekurangan volume cairan yang mengakibatkan dehidrasi, manifestasi pendarahan, pada system organ (Hepatomegali). Pembesaran limfa (Spelenomegali). Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Peningkatan permeabilitas kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok. Pada kasus berat renjatan terjadi secara akut dan nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Ada dugaan renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma kedaerah ekstra seluler melalui kapiler yang rusak sehingga mengakibatkan menurunyan volume plasma dan meningkatnya nilai hematokrit. Bukti besar dugaan ini adalah ditemukanya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, perikadium yang ternyata melebihi cairan infus serta terjadinya bendungan pembuluh darah paru. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya pada masa renjatan.
Manifestasi klinios menurut WHO (1999), didasarkan pada 4 derajat yaitu Derajat I, demam disertai gejala klinis lain, tanpa pendarahan spontan, uji torniqute positif, trombositopenia, atau mudah memar, Derajat II,derajat I dan disertai pendarahan spontanpada kulit atau tempat lain seperti pendarahan gusi, epitaksis, hematemesis dan melena, Derajat III, ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, hipotensi, gelisa, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda-tanda renjatan) dan Derajat IV terjadi renjatan yaitu dengue syok sindrom (DSS) dengan tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Jika rejatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
D. Manifestasi KLinis
1. Suhu meningkat/demam tiba-tiba disertai dengan menggigil 2-7 hari.
2. Perdarahan pada kulit (petikie), ekimosis, hematoma.
3. Epistaksis, hematuria, melena.
4. Sakit waktu menelan/doisphagia.
5. Mual, muntah, anorexia, diare, konstipasi.
6. Nyeri kepala,otot, sendi, otot abdomen, ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, otot sekitar mata sakit.
7. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah disertai tekanan darah menurun, kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung tangan dan kaki.
E. Klasifikasi derajat DHF secara klinis
1. Derajat I
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala tak khas dan satu-satunya manifestasi pendrahan atau uji tourniquet positif
2. Derajat II
Manifestasi derajat I disertai pendarahan spontan dikulit dan pendarahan lain seperti gusi,epistaksis hematemasis,melena dan gamgguan aliran dari perifer.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan darah kurang dari 120 mm/hg, hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab penderita menjadi gelisa.
4. Derajat IV
Ranjatan hebat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan darah yang tak dapat diukur.
F. Komplikasi
Pada pasien DHF, komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1. Demam tinggi, gangguan kesadaran disertai kejang/tanpa kejang.
2. Efusi pleura.
3. Syok lanjutan.
4. Kematian.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring/istirahat berbaring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa susu, teh manis, dan diberi penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Rl, Nace Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitot TTV tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa HB, HT, dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipentetik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8. Monitor tanda-tanda pendarahan, setiap hari.
9. Pemberian obat antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10. Monitor tanda-tanda dan gejala renjatan meliputi keadaan umum, perubahan, tandai vital hasil pemeriksaan laboraturium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberi Deazepam.
Pada kasus dengan renjatan, paien dirawat intensif dan segera dipasang infuse sebagai penganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma ekspander/dekstan, sebanyak 20-30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12-48 jauh setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan teratasi nadi sudah jelas, amplitude nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mm Hg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10m/kg BB/jam.
Tranfusi diberikan pada pasien dengan pendarahan Qastralitesfinal hebat. Indikasi pemberian tranfusi pada penderita DHF yaitu jika ada pendarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang kanin tegang dengan BH yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberikan minum 11/2-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua, infus dibantu pada pasien tanpa renjatan apabila.
a. Periksa terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mencegah terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung meningkat.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Pada pasien DHF data subjektif yang sering ditemukan timbul antara lain:
- Sakit kepala, nyeri ulu hati.
- Konstipasi.
- Nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
- Lemah.
- Anoreksia (tidak nafsu makan), mual, haus, sakit saat menelan.
- Demam atau panas.
b. Data Objektif
Data objektif sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
- Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan (flushing).
- Mukosa mulut kering, pendarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang).
- Tampak bintik merah pada kulit (petekei), epitaksisi, ekimosis, hematoma, melena.
- Hyperemia pada tenggorokan.
- Nyeri tekan pada epegastruim.
- Nada saat palpasi terdapat pembesaran hati dan limfa.
- Nadi cepat dan lemah, hipotensi,gelisah,sianosis parifer dan nafas dangkal.
c. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan darah untuk mengetahui penurunan trombasit,Hb dan Ht meningkat 20 %,leukosit menurun, dan PH meningkat.
2. Urine untuk mengetahui apakah ada albuminuria ringan.
3. Serologi untuk IGC dengue positif
4. Rontgen thorax untuk mengetahui apakah ada efusi pleura
5. USG untuk mengetahui hepatomengalidan Splenomegali
d. Faktor predidposisi
Lingkungan yang tidak sehat ,barang bekas yang tidak dikubur,air menggenang (terutama air bersih ),contoh : bak mandi dan baju bergantungan.
e. Faktor prespitasi yaitu virus dengue.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
c. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
d. Gangguan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang melemah.
e. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume caiaran tubuh.
f. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
g. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Tujuan :
1. Suhu tubuh normal (360 _37 0C).
2. Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 4 jam.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum + 2.5 liter /24 jam.
4. Berikan kompres hangat.
5. Berikan terapi cairan intravena dan obat obatan sesuai program dokter.
b. Ganggua pemenuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makan sesuai dengan porsi yang diberikan/dibutuhkan.
Intervensi:
1. Kaji keluhan mua, sakit menelan dan muntah yang dialami pasien.
2. Kaji cara/bagaimana makanan yang dihidangkan.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
5. Catat jumlah porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
6. Berikan obat-obatan antiemetic sesuai program dokter.
c. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permebelitas dinding plasma.
Tujuan:
Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi:
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
2. Observasi tanda-tanda syok.
3. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intervena.
4. Anjurkan pasien untuk benyak minum.
5. Catat intake dan ouput.
d. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan:
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam. Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Intervena:
1. Kaji keluhan pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau tidak mampu dilakukan oleh pasien.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnyan sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
4. Letakan barang-barang ditempat yang terjangkau oleh pasien.
e. Resiko terjadinya syok hipovelemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
Tujuan:
1. Tanda-tanda tidak ada syok hipovelemik.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Keadaan umum baik.
Intervensi:
1. Monitor keadaan umum pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
3. Monitor tanda pendarahan.
4. Cek hemoglobin, hemotokrit, trombosit.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tranfusi.
6. Lapor ke dokter bila tampak syok hipovelemik.
f. Resiko terjadinya pendarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan:
Tidak terjadi tanda-tanda pendarahan lebih lanjut. Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi:
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda pendarahan lebih lanjut.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
g. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan pendarahan yang dialami pasien.
Tujuan:
Kecemasan berkurang.
Intervensi:
1. Kaji rasa cema yang dialami pasien.
2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
3. Tunjukan rasa empati.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaanya.
5. Gunakan komunikasi terapeutik.
4. Penatalaksanaan Keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat melaksanakan berbagai startegi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004).
Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya kemampuan dalam prosedur klien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan yaitu tindakan jenis mandiri dan kolaboratif. Sebagai profesi perawat mempunyai kewenangan dalam tanggung jawab dalam menentukan komponen pada tahap asuhan keperawatan.
Komponen pada tahap implementasi adalah:
a. Tindakan keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesan dokter. Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktek American Nurses Associantion (1973) dan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
Tindakan keperawatan kolaboratif di implementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah klien.
5. Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan criteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawata pada tahap ini adalah memahami respom terhadap intervensi keperawatan. Kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan-tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Padatahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu:
a. Evaluasi formasi menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif merupakan rekaptulasi dari hasil obsevasi dan analisis status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagian alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.
1. Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukan perubahan kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tecapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dcari berbagai maslah atau penyebabnya, sepert klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual, setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.
3. Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.
Evaluasi sumatif masing-masing diagnosa keperawatan secara teori adalah:
a. Suhu tubuh normal (36-37 °C), pasien bebas dari demam.
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
c. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pasien terpenuhi.
d. Aktivitas sehari-hari klien pasien dapat terpenuhi.
e. Tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda-tanda vital dalam batas normal.
f. Tidak terjadi pendarahan lebih lanjut.
g. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmantep ka,, smga ASKEP nie brmnfaat bagi yg mmbcanya amin,,oia jgn lpa tmbh ASKEP yg lain lg ya...(^_^)...
BalasHapus